LAMPUNGKU39– Pemerhati politik sekaligus mantan Komisioner Bawaslu Kota Bandar Lampung Yahnu Wiguno Sanyoto menanggapi soal Gakkumdu yang menghentikan penelusuran kasus pencoblosan surat suara sebelum waktu pemungutan pada 14 Februari 2024 oleh KPPS 19 Way Kandis, Tanjung Senang.
Tidak tanggung-tanggung, surat suara yang sudah tercoblos mencapai ratusan lembar, terdiri dari 133 surat suara DPRD Provinsi a.n. Nettylia Syukri dari Partai Demokrat dan 100 surat suara DPRD Kota Bandar Lampung a.n. Sidik Effendi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Alhasil pemungutan suara dihentikan dan dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU),” kata Yahnu, Jumat, 15 Maret 2024.
Yahnu berpandangan bahwa kasus TPS 19 tersebut mengandung 3 (tiga) dugaan pelanggaran sekaligus. “Namun tentu saja semua harus dibuktikan terlebih dahulu,” katanya.
Dugaan pertama, yakni dugaan pelanggaran administratif dan output atas penanganannya adalah rekomendasi Bawaslu Kota Bandar Lampung untuk melakukan PSU.
Dugaan kedua adalah dugaan Tindak Pidana Pemilu (TPP). Para pihak yang diduga melanggar, termasuk di dalamnya adalah Ketua dan Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) disangkakan Pasal 532 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 junto Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 Tentang Pemilihan Umum, yang menyatakan bahwa, “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemitih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan-denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).”
“Tapi baru saja diumumkan dari hasil penanganan pelanggarannya oleh Gakkumdu Bandar Lampung, yaitu tidak terbukti,” jelasnya.
Terakhir, dugaan ketiga, adalah dugaan pelanggaran Kode Etik penyelenggara Pemilu (KEPP), yang walaupun belum terbukti kebenarannya karena masih diproses Bawaslu Kota Bandar Lampung, namun KPU Kota Bandar Lampung sudah memberikan sanksi pemberhentian kepada Ketua dan Anggota KPPS TPS 19 seketika ketika kasus tersebut mencuat dan PSU diselenggarakan oleh KPPS pengganti.
“Tidak terbuktinya dugaan TPP tersebut sebenarnya sudah dapat diprediksi sejak awal. Mengapa demikian? Pertama, Pasal 532 UU Pemilu merupakan delik materiel, yang artinya, unsurnya baru akan terpenuhi jika sudah ada akibat yang ditimbulkan karena tindakan dimaksud sementara hal tersebut sebenarnya sudah “gugur” ketika diadakan PSU,” terang Yahnu.
“Kedua, bukti bahwa memang Terlapor yang mencoblos juga tidak ada, sehingga pada akhirnya kasus tersebut, mengingat limitasi waktu penanganan pelangggaran juga dihentikan karena tidak terbukti. Yang terpenting adalah hasil tersebut merupakan kesepakatan bersama dengan unsur Gakkumdu lain, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan, disamping juga dipastikan secara tata cara, prosedur, dan mekanisme yang dilakukan untuk memproses dugaan TPP tersebut sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena secara prinsip titik tekan penanganan pelanggaran Pemilu ada pada proses bukan hasil,” ungkapnya.
Namun kasus ini menjadi menarik ketika dihubungkan dengan dugaan pelanggaran KEPP. Sanksi atas pelanggaran KEPP Adhoc menjadi ranah penyelenggara Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota, tentu dengan sebelumnya melalui prosedur yang diatur melalui peraturan internal masing-masing penyelenggara.
“Jika memang terbukti maka diberikan sanksi dan jika tidak harus direhabilitasi. Pertanyaannya kemudian, apakah KPU Kota Bandar Lampung memiliki bukti bahwa KPPS TPS 19 yang bertugas pada tanggal 14 Februari 2024 yang melakukan hal tersebut sehingga memberhentikan sekaligus mengganti personil KPPS di TPS 19?” Ujarnya.
Silakan ditanyakan ke KPU Kota Bandar Lampung. Sementara, di sisi lain, proses yang lebih panjang juga dilakukan oleh Bawaslu Kota Bandar Lampung bersama unsur Gakkumdu Kota Bandar Lampung, tidak menemukan bukti yang cukup untuk menyatakan KPPS bersalah atas hal tersebut,” disambungnya.
Dipertanyakan oleh Yahnu, akankah kemudian hal ini menjadi bahan KPPS TPS 19 untuk melaporkan dugaan pelanggaran KEPP KPU Kota Bandar Lampung kepada Bawaslu Kota Bandar Lampung karena dinilai tidak professional sebab terlalu terburu-buru menyimpulkan sebuah persoalan.
“Silakan ditanyakan kepada KPPS TPS 19 yang menjadi Terlapor. Itu hak mereka,” ujarnya.***