PBNU soal Putusan MK Boleh Kampanye di Sekolah: Sebaiknya Dihindari

Lampungku39, Jakarta – Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal diizinkannya kampanye di tempat pendidikan asal ada izin dari penanggung jawab tempat. Gus Fahrur meminta kampanye di sekolah atau kampus dihindari.

“Sebagai warga negara yang baik, kita ikut aturan pemerintah. Kampanye boleh saja dilakukan asalkan merupakan pendidikan politik yang baik, bertanggung jawab dan jauh dari ujaran kebencian. Namun sebaiknya saya kira dihindari. Bolehkan tidak selalu harus dilakukan?” kata Gus Fahrur kepada wartawan, Jumat (25/8/2023).

Gus Fahrur menilai lembaga pendidikan sebaiknya tidak berkubang dalam politik praktis. Dia meminta sekolah atau kampus tidak berlomba-lomba mengundang bakal capres untuk hadir di tempatnya.

Jangan ada jorjoran antarsekolah yang mengundang salah satu capres tertentu saja, siswa satu sekolahan saja tentu bisa saling beda pilihan, jangan sampai terdampak polarisasi Pemilu 2024,” ucapnya.

Harus diperhitungkan dampak negatif kemungkinan terjadi konflik kepentingan antarpemimpin di bangku sekolah dan gedung perguruan tinggi,” tambahnya.

Dia menilai diperlukan aturan lebih lanjut yang mengatur batas penggunaan lembaga pendidikan sebagai lokasi kampanye agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan tujuan pendidikan dan situasi masyarakat yang majemuk.

Kegiatan kampanye atau kedatangan kandidat jangan mengganggu jadwal pelajaran yang telah disusun secara baik oleh pihak sekolah,” imbuhnya.

Sebelumnya, MK mengetok putusan larangan total kampanye di tempat ibadah, namun membolehkan kampanye di sekolah dan kampus meski dengan catatan. Putusan MK itu bernomor Nomor 65/PUU-XXI/2023 dan diketok pada 15 Agustus 2023 lalu. MK mengabulkan gugatan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017, khususnya Pasal 280 ayat (1) huruf h. Penggugatnya adalah Ong Yenni dan Handrey Mantiri. Berikut adalah pasal yang dimaksud.

Pasal 280 ayat 1 huruf h (sebelum putusan MK):

Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Adapun bunyi Penjelasan yaitu:

Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

MK mengetok palu putusan. MK hanya melarang secara total kampanye di tempat ibadah namun tetap memperbolehkan kampanye di tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah. Lewat putusannya, MK menghapus bagian penjelasan Pasal 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu. Pasal itu sendiri juga direvisi menjadi begini:

Pasal 280 ayat 1 huruf h (setelah putusan MK):

Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.

(*)

Related posts